Ketika pernyataan John Lennon pada tahun 1966 bahwa The Beatles lebih
populer daripada Yesus, hal ini sontak menimbulkan kemarahan dari umat
Kristian di seluruh dunia. Namun, saat ini hanya akan mengundang tawa
dan bahan gurauan jika sesorang menyatakan bahwa AKB48 lebih di agungkan daripada Yesus.
Satoshi Hamano, seorang kritikus sosial dan ahli social media, memberikan judul untuk buku terbarunya yang menganalisis popularitas dari Idol Group Icon Jepang “AKB48 Atsuko Maeda lebih dianggungkan daripada Yesus ” (“Atsuko Maeda (of AKB48) is bigger than Christ.“)
Penggermar AKB48 mengatakan judul buku tersebut setengah serius dan setengah berlebihan, mencirikan sikap “otaku” Jepang yang mendorong sebagai ikon nasional.
Dalam sebuah wawancara dengan AJW, Hamano, seorang kontributor tetap untuk The Asahi Shimbun, membahas mengapa AKB48 telah mencapai popularitas yang aneh, yang hanya ia bisa bandingkan dengan sebuah agama di Jepang.
Dia juga berbicara tentang potensi sistem “Idola yang tumbuh berkembang bersama fans” yang lahir di Jepang dan di pasarkan di luar negri dengan lokal talent. Berikut ini kutipan wawancara tersebut.
Q : Mengapa anda membandingkan Atsuko Maeda mantan center AKB48 dengan Yesus?
A
: Saya tidak bisa menemukan kata-kata yang lebih cocok untuk
menggambarkan kehadiran karismatik Atsuko Maeda ketika ia menyampaikan
pidato terkenalnya pada Senbatsu Sunsenkyo 2011 dimana ia berteriak
sambil menangis “Walaupun kalian membenci saya, tapi tolong jangan benci AKB48“
Popularitas AKB48 datang dari mekanisme unik dimana kritikan dari suatu kelompok atau anggota yang di sebut “Antis“, memainkan peranan penting yang diperlukan untuk membangun “the girl next door” menjadi seorang bintang.
Ini adalah konsep “Idol tumbuh bersama para fans”
Dalam
masyarakat dimana semakin sulit untuk mencapai mimpi seseorang, orang
akan melihat sinis kepada perempuan berpenampilan biasa yang mempunyai
mimpimenjadi seorang bintang. Ia akan menjadi sasaran antipati publik
dan internet bullying.
Berjuang
dalam tekanan besar dari antis dan orang-orang sinis, gadis-gadis polos
ini justru mendapatkan kekuatan dan kharisma. Maeda mengambil beban
dari orang-orang yang membencinya atas perannya sebagai Center dari
AKB48, dan ia menunjukan kehadiran dirinya sebagai sesuatu.
Q
: Dalam buku ini, anda juga membandingkan AKB48 dengan sekte kiamat
Aum Shinrikyo, yag meluncurkan serangan mematikan gas sarin di kereta
bawah tanah Tokyo pada tahun 1995.
A : Persamaan antara AKB48 dan Aum adalah bahwa pengikut mereka memiliki sikap yang dinamakan “Antusiasme Sinis”
Di
era sekarang yang menanamkan banyak nilai nilai, seseorang tidak dapat
berpatok pada suatu nilai tertentu. Generasi muda Jepang dalam beberapa
dekade terakhir menanamkan dirinya pada hal sepele, absrud, atau tidak
masuk akal. Ini adalah esensi dari sikap otaku Jepang.
Untuk
para pengikut Aum, guru mereka adalah Shoko Asahara, dan untuk fans
AKB48, member mereka yang secara fisik, ekonomi dan politik sangat tidak
berdaya.
Apa
yang membuat AKB48 berbeda dari Idol Group yang lainya adalah bahwa
didalamnya penuh dengan unsur kekonyolan dan candaan di dalamnya. Hal
ini dirumuskan oleh Yasushi Akimoto, yang hebat sebagai penulis skenario
dalam berbagai acara.
Para
fans membuat lelucon tentang AKB48 di dunia maya. Tetapi saya pikir itu
merupakan upaya untuk menemukan sesuatu yang nyata atau serius didalam
member grup dan segala aktifitasnya dengan mengesampingkan hal tidak
penting dan unsur yang menggelikan.
Q : Judul buku anda sendiri terengar seperti sebuah lelucoan untuk para penggemar AKB48.
A
: Saya menulis buku itu dengan serius, dengan mengetahui bahwa banyak
orang akan melihatnya sebagai humor belaka, seperti lelucon khas budaya
AKB48.
Tampaknya
para pembaca terbagi menjadi dua, antara mereka yang menganggapnya
serius dan mereka yang percaya saya hanya membuat lelucon dari fenomena
AKB48. Hal ini tidak mengherankan, karena itulah dunia AKB48.
Q
: Kritikus akan mengatakan bahwa AKB48 hanyalah model bisnis
pertunjukan yang kompleks, yang tidak semestinya dibandingkan dengan
agama atau hal spirtual lainnya.
A : Tentu saja AKB48 adalah sebuah komersial, tetapi saya percaya implikasi budaya dan sosialnya jauh melampaui logika bisnis.
Dua
cara pemasaran yang mebuat AKB48 unik adalah sesi jabat tangan /
handshake dan pemilihan umum, dimana para penggemar yang membeli CD yang
di dalamnya terdapat surat suara dapat memberikan suara mereka untuk
memilih member yang akan menjadi center untuk single berikutnya.
Dalam
sesi jabat tangan, penggemar dapat bertemu dan berbicara dengan member
favorit mereka, bahkan mereka yang rutin muncul di acara TV. Dalam event
pemilihan umum (Senbatsu Sunsenkyo) penggemar dapat memberikan suara
dalam menentukan masa depan karir member dalam dunia hiburan.
Saya
pikir AKB48 adalah model pendahulu dari “Kapitalisme Kognitif” yang
menawarkan informasi dan layanan jasa yang memikat perasaan dan emosi
seseorang dalam perekonomian postindustrial ini.
Dan
inilah mengapa hanya orang-orang yang berpartisipasi dalam acara-acara
yang berhubungan dengan AKB48 yang dapat merasakan visi utama dari
ekonomi baru akan terlihat seperti sebuah agama.
Sebanyak
100.000 orang berbaris hanya untuk berjabat tangan dengan seorang gadis
selama 10 detik saja dan ketika meninggalkan tempat itu dengan jelas
terlihat di raut wajah mereka perasaan gembira. Orang-orang membeli
ratusan CD yang sama hanya untuk membatu member favorit mereka
memenangkan pemilihan umum buatan ini.
Tentu
saja, AKB48 tidak memiliki pemimpin, dogma atau filsafat, tetapi saya
tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat selain agama untuk fenomena
AKB48.
Q : Bagaimana dampak sosialnya?
A
: AKB48 telah berkembang jauh lebih dari sebuah ikon otaku. Mereka
telah mendapatkan pengakuan dan dukungan publik yang lebih luas,
termasuk gadis-gadis remaja.
Apa
yang ditunjukan mereka adalah bahwa seorang gadis berpenampilan biasa
pun dapat menjadi bintang jika ia memiliki karakter. Hal ini telah
membuat industri Idol lebih mudah diterima sebagai infrastruktur budaya
bagi generasi muda.
Awal bulan ini, saya datang melihat konser N Zero,
grup tiruan AKB48, yang menyatakan bahwa mereka adalah “saingan tidak
resmi dari AKB48″. Mereka adalah salah satu grup idol yang menjamur
dibelakang keberhasilan AKB48.
Mereka
tampil dengan biaya sendiri dan lagu-lagu mereka ditulis oleh para
fans, karena grup ini tidak mampu membayar penulis lagu profesional.
Hanya
ada sekitar 300 penonton, tapi ini harus dianggap sebagai sebuah
prestasi besar bahwa grup yang kurang dari selusin member dapat menarik
banyak orang dan dapat tampil di atas panggung.
Saya
percaya konsep idola amatir ini akan tumbuh, berfungsi sebagai sarana
pendidikan bagi anak-anak muda dan diharapkan menjadi pilihan alternatif
dalam berkarir.
Q
: Akimoto telah meluncurkan waralaba AKB48 di Jakarta dan Shanghai.
Apakah anda pikir model seperti AKB48 akan berhasil di luar negeri?
A
: Menghina dan mengejek anak muda terdengar sangat sadis dan merupakan
suatu eksploitasi di mata orang Barat. Model AKB48 “cinta-benci,
menghina-dan-mendukung” diantara member grup dan para penggemarnya
mungkin tidak akan bekerja di Barat.
Namun
di Cina dan Korea Selatan, anak muda disana mengembangkan budaya
internet yang sama, dimana mereka mengolok-olok satu sama lain,
menggunakan bahasa unik internet. Dan para penggemar JKT48 di Jakarta terlihat sama “maniak”-nya seperti fans AKB48 disini.
Saya
percaya akan ada kebutuhan untuk konsep idol seperti AKB48 yang dapat
menawarkan pengalaman romatik seiring meningkatnya populasi otaku di
negara tersebut.
Bintang
yang akan muncul dari waralaba AKB48 lokal tidak harus mempunyai
karakter yang mirip dengan Maeda. Gadis dengan karakter yang khas dan
kisah hidup yang menarik bagi masyarakat lokal akan dipilih untuk
menjadi bintang di negara tersebut.
Saya
pikir ini adalah keuntungan dari konsep idol AKB48 yang menawarkan
kesempatan yang sama untuk para sejumlah gadis-gadis disana.
No comments:
Post a Comment